Pintu Kamar Terbuka: Kisah Perjumpaan yang Tak Terduga

 

Pintu Kamar Terbuka: Kisah Perjumpaan yang Tak Terduga

 

Siang itu, matahari bersinar terik, menembus celah-celah jendela kamar kosku di lantai dua. Suasana https://hotelrupkathadigha.com/  sepi, hanya terdengar suara kipas angin yang berputar malas. Aku sedang asyik mengerjakan tugas, tenggelam dalam layar laptop. Pintu kamarku, seperti biasa, terbuka sedikit. Kebiasaanku yang entah kenapa tak bisa kutinggalkan, mungkin karena ingin merasa lebih leluasa.

Tiba-tiba, sebuah suara halus menyapa, “Permisi…”

Aku terkejut, menoleh ke arah pintu. Di sana, seorang wanita paruh baya berdiri dengan senyum ramah. Wajahnya asing, belum pernah kulihat sebelumnya di lingkungan kos ini. Ia memegang sapu tangan, terlihat seperti baru saja selesai membereskan sesuatu.

“Maaf mengganggu, Nak. Saya Bu Siti, ibu dari Mas Rian, pemilik kos ini,” katanya dengan suara lembut. “Saya baru datang dari kampung, mau bantu-bantu bersih-bersih.”

Aku buru-buru berdiri, merasa tak enak hati. “Oh, iya Bu. Silakan masuk,” kataku, sedikit canggung.


 

Kisah di Balik Pintu yang Terbuka

 

Bu Siti masuk dan duduk di kursi yang kusediakan. Kami mulai berbincang, dari hal-hal ringan seputar kos sampai cerita-cerita tentang kehidupan. Bu Siti bercerita tentang kehidupannya di desa, tentang anak-anaknya yang sudah merantau, dan tentang kerinduannya pada kesibukan. Sambil bercerita, ia tak henti-hentinya tersenyum, memancarkan aura kehangatan yang membuatku merasa nyaman.

Aku pun ikut larut dalam percakapan. Aku bercerita tentang tugasku, tentang impianku setelah lulus, dan tentang tantangan yang kuhadapi sebagai anak kos di kota besar. Tanpa kusadari, obrolan kami mengalir begitu saja, seakan-akan kami sudah lama saling mengenal. Waktu berjalan cepat, sore pun tiba.


 

Makna Pertemuan Singkat

 

Pertemuan itu singkat, namun meninggalkan kesan mendalam. Dari Bu Siti, aku belajar tentang kehangatan dan ketulusan. Senyumnya yang ramah, suaranya yang lembut, dan ceritanya yang sederhana berhasil menyentuh hatiku. Ia mengingatkanku pada ibu di rumah, pada sosok yang selalu ada untuk mendengarkan.

Aku jadi menyadari, kadang-kadang, hal-hal kecil bisa membawa kebahagiaan tak terduga. Pintu kamar yang terbuka sedikit itu, ternyata menjadi gerbang bagi sebuah perjumpaan yang tak pernah kuduga. Pertemuan dengan Bu Siti membuatku sadar, bahwa di balik kesibukan dan hiruk pikuk kota, masih ada ruang untuk saling berbagi kebaikan dan kehangatan.


 

Pintu untuk Kebaikan

 

Sejak saat itu, setiap kali aku melihat pintu kamarku terbuka, aku teringat pada Bu Siti. Pertemuan itu bukan hanya sekadar obrolan, melainkan sebuah pengingat bahwa kita tidak pernah tahu siapa yang akan kita temui dan pelajaran apa yang bisa kita dapatkan dari mereka. Pintu yang terbuka itu bukan lagi hanya soal kebebasan, tapi juga tentang kesediaan untuk menerima kehadiran orang lain, dan membuka diri untuk kebaikan yang mungkin datang dari arah mana saja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *